Selasa, 15 September 2015

Romansa Andromeda : Senja



Ini kisah tentang mentari

Lihatlah diujung langit sore sana, lembayung itu sendu menjingga. Pertanda ada yang hilang, terganti temaram malam yang panjang. Mentari beranjak pergi, tinggalkan riuh dalam kelam menyendiri. Pijarnya meredup, turun perlahan dalam sayup.

Dialah mentari, pijar semesta, semua rindu cahayanya. Tapi tak pernah ada yang tau darimana mentari datang, dan kemana ia menghilang. Semua hanya tau ia membahagiakan, membawa cinta dalam kehangatan, hingga terik menjelma membutakan. Tak pernah ada yang tahu kenapa mentari berbuat demikian, yang mereka tahu mentari begitu dirindukan.
Ia pernah mencinta, begitu dalam ia merasa. Menyinari kekasihnya, mengindahi pasangannya. Hingga akhirnya ia tak lagi percaya terhadap cinta, menghilang dan tenggelam, menyepi menyendiri. Yang ia tahu cinta begitu menyakitkan, membunuh perlahan dengan racun yang membahagiakan. Tapi baginya cinta tak mesti disesalkan, ia dengan rela dan sengaja terus menyinari kekasihnya dari kejauhan, meski kadang sinarnya dianggap mempermainkan.

Ia datang diujung pagi, mencoba menghangatkan dari dingin malam tadi.

Suatu ketika ia melihat bumi yang sedang merenung sendiri. Dilihatnya dengan seksama, menyapanya dengan senyuman menghangatkan. Bumi melihatnya dengan gembira, seolah menemukan indahnya cahaya. Mentari pun bahagia, karena setidaknya ia bisa membuat bumi kembali ceria. Hingga dari kebersamaannya, tumbuh perasaan diantara keduanya, meski mereka saling tau, bahwa cinta membedakannya.

Ia tau langit cemburu melihatnya bersama bumi, ia tak ingin membuat langit semakin membenci dirinya. Tapi ia tak tau harus berbuat apa. Nyatanya salah jika pergi secara tiba-tiba. Mentari semakin merasa bersalah dengan kebersamaan yang ada. 

Hingga akhirnya mentari mencoba menghadirkan terik panasnya, berusaha membuat bumi tak nyaman dengan kehadirannya. Bukan berarti mentari jahat, ia hanya ingin membangun persepsi bumi bahwa ia tak layak dicintai. Karena mentari tau, jika situasinya sudah semakin salah.ia hanya tak ingin menyakiti, atau sekedar merasa cinta seperti dirinya.

Kemudian mentari melihat langit menangisi bumi. Disela teriknya langit membasahi, mentari semakin bingung dengan keberadaannya. Semakin menyalahkan diri atas perbuatannya.

Langit mereda dari tangisnya, ia tahu langit ingin menunjukkan cintanya yang begitu besar terhadap bumi. Mentari tahu langit akan menghadirkan pelangi untuk bumi. Maka ia membantunya dengan bias sinar cahayanya.

Setidaknya ia bahagia, bisa membantu membujuk bumi untuk kembali memandang langit. Bukan berarti ia terlalu egois terhadap bumi, hanya saja ia tak ingin langit bernasib tragis, sama sepertinya.

Kini ia turun perlahan, melihat langit dan bumi hanya mengingatkannya tentang kisahnya yang memilukan. Ia tinggalkan seluruh kebesaran cahanyanya, semakin sayup turun menuju kesedihannya.

Bukan berarti ia tak peduli terhadap orang yang mencintainya, hanya saja ia tak pernah bisa. Untuk sekedar memberi cinta dan mencintai. Karena baginya cinta hanya untaian luka berbalut semu bahagia.

Ia melihat bumi memandanganya pergi, entah apa yang ada dibenak bumi. Yang pasti seolah bumi meratapi. Terselip senyum mentari diujung sore itu. Senyum bernada sendu. Bahagia melihat kisah langit dan bumi, sendu dengan kisahnya yang tak terindahi.

Senja membawanya pergi, dalam temaram sunyi meratapi, kembali gelap menghampiri. Mentari pergi tinggalkan semua, sendiri tanpa cahayanya. Meratapi kisahnya, yang tak seorangpun mengerti. Bahwa ialah sebenarnya bukti cinta, menyinari meski tersakiti, mengindahkan meski terabaikan.


Sarah :
Ini kisah tentang cinta tapi beda, dimana tokoh mentari digambarkan sebagai sosok orang yang begitu mencintai seseorang tapi ia tau tak bisa bersama. Mencintai tanpa kepastian bahagia, mencintai tanpa jaminan sebuah penyatuan. Baginya cukup satu waktu untuk satu cinta. Artinya bahwa ia tak bisa mencintai lain hati meski kadang iapun butuh cinta yang membahagiakan. Ia setia dalam konteks yang berbeda, meski kesetiannya dianggap mempermainkan. Bagaimana tidak, orang yang ia cintai seolah berfikir bahwa mentari hanya mempermainkan, tak mendekat tapi selalu memberi harapan.

Bukan berarti mentari tak mau mendekat, hanya saja kedekatannya hanya membuahkan kesedihan. Buat apa mendekat jika ia tau akhirnya juga akan berpisah juga. Buat apa bersama jika ujungnya akan menempuh jalan berbeda.

Seperti cinta beda agama atau cinta yang terbentur restu orangtua. Ia mencintai pasangannya, ia buktikan itu dengan selalu menjauh, mencintai dari jauh, melihat dari sudut terjauh. 

Ia pernah berusaha membuka hati untuk lainnya, tapi nyatanya tak pernah bisa. Bagaimana mungkin ia membuka hati jika cintanya masih saja tentang dia yang tak bisa dimiliki? Bukankah itu hanya pelampiasan mencari kenyamanan saja?. Jadi dia memutuskan untuk tetap mencintai, tanpa mau dicintai orang lain, karena ia tak pernah bisa membalas lain cinta. Iapun tak menginginkan orang lain merasa seperti dirinya, makanya kadang saat ia merasa nyaman dengan orang lain ia akan memutuskan pergi. Biarlah dipandang tak tau diri, tapi orang lain tak pernah tau bagaimana rasa seperti dia mencintai.
by Facebook Comment

Tidak ada komentar:

Posting Komentar