Senin, 29 Desember 2014

ROMANSA ANDROMEDA


Ini kisah tentang semesta, tentang indahnya cinta, tentang dalamnya lara, tentang rindu yg menggema.
  
BUMI, ialah dia yang ditakdirkan untuk langit, mencintainya, setia dibawahnya. Namun kadang kesetiaan tak selalu menghadirkan kebahagiaan. Ada kalanya dimana kesetiaan itu runtuh perlahan. Dan bumi merasa langit terlalu berperasa, sehingga perlahan ia mulai mencintai mentari yang menghangatkannya, bukan pergi dari kesetiaan langit, hanya saja mencari kenyamanan yang lain, sembari menunggu langit belajar memahaminya.

LANGIT, ialah dia sang takdir bumi, tercipta untuk melindungi bumi, tercipta untuk bersanding bersama bumi. Cintanya tak terukir masa, tak terkata. Begitu besar cintanya terhadap bumi, kadang membuatnya sering gundah melihat kemesraan bumi bersama sang mentari, dan kemudian menghadirkan mendung menutupi pandang mereka. Kadang, dengan petirnya menggelegar mengagetkan bumi, dengan tangisnya berupa hujan yg membasahi. Bukan berarti langit tak mencintainya lagi, hanya berusaha tunjukkan kepada bumi, bahwa cintanya terlalu suci untuk sekedar disakiti.

MENTARI, ialah dia cermin keagungan. Sang pijar semesta, pelita bagi semua cahaya. Semua mencintai dan menyayanginya, semua merasa terikat akan cintanya. Namun kadang ia sering pergi pergi menghilang, bukan karena tak percaya cinta, hanya saja baginya cinta terlalu membuatnya jauh terpisah. Baginya cinta hanya untaian luka yang terbalut semu bahagia, hanya uraian duka terbungkus manis merona. Cinta pernah membuatnya tak berdaya, membuat jaraknya terjaga. Karena ia tahu, jika mendekat hanya akan menimbulkan bahaya. Dan saat malam menjelma, tiba waktu untuknya pergi, semata karena agar semesta merasa, bahwa ia takn pantas dicintai.

UDARA, ialah dia yang mencintai bumi. Lembut tak tersentuh, namun terasa begitu menyentuh. Ia begitu setia terhadap keberadaan bumi. Namun satu hal yang pasti, bumi tak pernah menganggapnya ada disana disisinya. Pun begitu, ia tak pernah beranjak untuk pergi, atau sekedar memutuskan untuk berhenti mencintai. Meski kadang, ia bergerak tak tertuju, merubahnya menjadi angin yang terasa sendu, hanya untuk menjadi bumi tahu, bahwa ia akan selalu setia dengan cintanya yang satu.

REMBULAN, ialah dia yang cantik elok mempesona, bercahaya dimalam sepi. Namun ia adalah pecinta sejati, yang tak pernah berhenti mengejar mentari. Namun mentari selalu mengacuhkannya, membuatnya kian meredup, dan menghilang bersama kesedihannya. Ia adalah reruntuhan sendu, temaram dalam gelapnya rindu.

AIR, ialah dia sang penikmat asmara. Ia begitu mencintai  rembulan. Bukan karena dia indah, hanya karena ia begitu setia akan cintanya. Ia hanya tahu cinta itu tentang setia, dan ia menemukan diantara keduanya, meski tak pernah diungkapkannya. Ia tahu dia tak akan pernah mencintainya, setidaknya ia bisa selalu melihat dia selalu setia. Karena baginya, cinta tentang cara melihat, bukan berharap kembali untuk terikat. Karena cinta tentang rasa, bukan tentang untaian kata-kata.

BINTANG, ialah dia sang saksi cinta semesta. Saksi mereka yang terjebak dengan romantika sendu. Dan hingga akhirnya dia memutuskan, untuk tidak mencintai salah satunya, terlepas dari paradoks cinta yang memilukan. Ia berusaha untuk membuat cahayanya sendiri, tanpa mau terikat, tanpa mau terpikat. Dan kemudian perlahan ia mampu, meski tak seterang cahaya lainnya, setidaknya ia telah berdiri tanpa cinta, membentuk sebuah andromeda. Namun sayangnya, hanya dia diantara mereka yang terjatuh, bukan karena tak kuasa, hanya tanpa cinta, membuatnya menjadi lemah tak berdaya. Bukan karena ia tak merasanya, hanya karena ia tak mau terlihat memilukan karena cinta.

=====================================================================

"Dan kubuktikan padamu Bumi, bahwa meski kadang kuperasa, kutetap yakin dengan takdir kita, meski kadang kusering menangis melihat kemesraanmu dengan mentari, kubuktikan cintaku tak pernah pergi. Kuhadirkan untukmu untaian cinta selepas tangis dan mendungku ini, yang kau sebut itu pelangi." Langit kepada bumi.


“Dan kini saatnya kupergi, meninggalkan sendu cahaya rindu ini. Maaf jika ku menyakiti, namun bagiku pergi cara terbaik melupakan sejenak luka dihati. Dan tentang semua ini, hanya tentang ketulusan yang kuberi. Nikmati cahaya Senjaku, hiduplah dengan indah tanpa pilu, sepertiku, sebagai pengembara rindu.” Mentari kepada Semesta
 

"Kutujukan untukmu mentari, tentang indahnya cinta ini, tentang duka yg kadang hadir menghampiri, tentang gelap yang menemani. Kupersembahkan cahaya ini, bulat sempurna, sesempurna kerinduan hati. Terima kasih telah ada, terima kasih telah menjadi pelita, terima kasih atas cahaya indah ini, meski kutahu kau tak pernah melihatku. Inilah Purnama rinduku. Yang kutujukan hanya untukmu. dan meskinya nanti terkikis, setidaknya kumampu bercahaya tanpa tangis. dan jika ku menghilang diujung malam, itulah bentuk lara dan asmaraku yang teramat dalam, maaf jika ku nanti padam." Rembulan kepada Mentari



"Kumelihatmu memandangku, meski tak terlihat, namun cahayamu begitu memikat, kuhadirkan bentuk dari ikatan cahayamu terhadapku, kupersembahkan sebagai bentuk cintaku. Aurora, meski malam menjelma, namun nyata kau melihatku dari sana." Bumi kepada mentari


"Aku disisimu, tapi tak pernah ada dihatimu, aku menemanimu, tapi tak pernah bisa menjamahmu, aku terlena oleh ikatan rasa, aku terbuai oleh indahnya cinta. Dan kini kupahami, kau takdir langit, kau mencintai mentari, biarlah aku disini, berjalan tanpa arah disisimu, membuatmu merasakan Angin sendu yg ada, membuatmu merasakan luka yg kurasa. Nikmati pergerakanku, nikmati sendunya kedinginanku." Udara kepada Bumi


“Terima kasih telah menunjukkanku tentang setia, teruslah raih cintamu yang selalu menggelora, dan biarkan aku menikmati keindahanmu melihat cinta. Dan aku akan tetap disini, menjadi penikmat rindu yang tersendiri, menjadi pembias rindu cinta ini, dan jika saatnya nanti, semoga aku temukan sosok yang seperti kalian mencintai, karena yakin kutahu pasti, milikimu hanyalah mimpi.” Air kepada Rembulan


"Lihatlah aku disini, melihat semesta mencintai, melihat rasa yg saling menyakiti, aku tau cinta memikat, tapi bagiku, itu terlalu besar berakibat. Inilah aku, yang bahagia dengan kesendirianku, karena aku tak butuh rindu, atau cinta yang sendu. Lihatlah lihat, aku bercahaya meski hanya dengan kesendirianku, kubentuk gugusan keindahanku, yang kusebut Andromeda." Bintang kepada Semesta

Diantara kesemuanya, hanya bintang yg memutuskan untuk sendiri, hingga akhirnya ia jatuh terhempas dan mati. Karena cinta bukan tentang menyakiti, karena rindu bukan tentang menemui. Tapi cinta tentang rasa, karena cinta tentang bahagia, karena rindu tentang jiwa. Meski sulit terasa, namun tanpanya, kesepian kian nyata menjelma.

"Dan kita akan seperti semesta memandang cinta."
by Facebook Comment

2 komentar: