Ini
kisah tentang mentari
Lihatlah
diujung langit sore sana, lembayung itu sendu menjingga. Pertanda ada yang
hilang, terganti temaram malam yang panjang. Mentari beranjak pergi, tinggalkan
riuh dalam kelam menyendiri. Pijarnya meredup, turun perlahan dalam sayup.
Dialah
mentari, pijar semesta, semua rindu cahayanya. Tapi tak pernah ada yang tau
darimana mentari datang, dan kemana ia menghilang. Semua hanya tau ia
membahagiakan, membawa cinta dalam kehangatan, hingga terik menjelma
membutakan. Tak pernah ada yang tahu kenapa mentari berbuat demikian, yang
mereka tahu mentari begitu dirindukan.
Ia
pernah mencinta, begitu dalam ia merasa. Menyinari kekasihnya, mengindahi
pasangannya. Hingga akhirnya ia tak lagi percaya terhadap cinta, menghilang dan
tenggelam, menyepi menyendiri. Yang ia tahu cinta begitu menyakitkan, membunuh
perlahan dengan racun yang membahagiakan. Tapi baginya cinta tak mesti
disesalkan, ia dengan rela dan sengaja terus menyinari kekasihnya dari
kejauhan, meski kadang sinarnya dianggap mempermainkan.
Ia
datang diujung pagi, mencoba menghangatkan dari dingin malam tadi.
Suatu
ketika ia melihat bumi yang sedang merenung sendiri. Dilihatnya dengan seksama,
menyapanya dengan senyuman menghangatkan. Bumi melihatnya dengan gembira,
seolah menemukan indahnya cahaya. Mentari pun bahagia, karena setidaknya ia
bisa membuat bumi kembali ceria. Hingga dari kebersamaannya, tumbuh perasaan
diantara keduanya, meski mereka saling tau, bahwa cinta membedakannya.
Ia
tau langit cemburu melihatnya bersama bumi, ia tak ingin membuat langit semakin
membenci dirinya. Tapi ia tak tau harus berbuat apa. Nyatanya salah jika pergi
secara tiba-tiba. Mentari semakin merasa bersalah dengan kebersamaan yang ada.
Hingga
akhirnya mentari mencoba menghadirkan terik panasnya, berusaha membuat bumi tak
nyaman dengan kehadirannya. Bukan berarti mentari jahat, ia hanya ingin
membangun persepsi bumi bahwa ia tak layak dicintai. Karena mentari tau, jika
situasinya sudah semakin salah.ia hanya tak ingin menyakiti, atau sekedar
merasa cinta seperti dirinya.
Kemudian
mentari melihat langit menangisi bumi. Disela teriknya langit membasahi,
mentari semakin bingung dengan keberadaannya. Semakin menyalahkan diri atas
perbuatannya.
Langit
mereda dari tangisnya, ia tahu langit ingin menunjukkan cintanya yang begitu
besar terhadap bumi. Mentari tahu langit akan menghadirkan pelangi untuk bumi. Maka
ia membantunya dengan bias sinar cahayanya.
Setidaknya
ia bahagia, bisa membantu membujuk bumi untuk kembali memandang langit. Bukan berarti
ia terlalu egois terhadap bumi, hanya saja ia tak ingin langit bernasib tragis,
sama sepertinya.
Kini
ia turun perlahan, melihat langit dan bumi hanya mengingatkannya tentang
kisahnya yang memilukan. Ia tinggalkan seluruh kebesaran cahanyanya, semakin
sayup turun menuju kesedihannya.
Bukan
berarti ia tak peduli terhadap orang yang mencintainya, hanya saja ia tak
pernah bisa. Untuk sekedar memberi cinta dan mencintai. Karena baginya cinta
hanya untaian luka berbalut semu bahagia.
Ia
melihat bumi memandanganya pergi, entah apa yang ada dibenak bumi. Yang pasti
seolah bumi meratapi. Terselip senyum mentari diujung sore itu. Senyum bernada
sendu. Bahagia melihat kisah langit dan bumi, sendu dengan kisahnya yang tak
terindahi.
Senja membawanya pergi, dalam temaram sunyi
meratapi, kembali gelap menghampiri. Mentari pergi tinggalkan semua, sendiri
tanpa cahayanya. Meratapi kisahnya, yang tak seorangpun mengerti. Bahwa ialah
sebenarnya bukti cinta, menyinari meski tersakiti, mengindahkan meski terabaikan.
Sarah
:
Ini
kisah tentang cinta tapi beda, dimana tokoh mentari digambarkan sebagai sosok
orang yang begitu mencintai seseorang tapi ia tau tak bisa bersama. Mencintai tanpa
kepastian bahagia, mencintai tanpa jaminan sebuah penyatuan. Baginya cukup satu
waktu untuk satu cinta. Artinya bahwa ia tak bisa mencintai lain hati meski
kadang iapun butuh cinta yang membahagiakan. Ia setia dalam konteks yang
berbeda, meski kesetiannya dianggap mempermainkan. Bagaimana tidak, orang yang
ia cintai seolah berfikir bahwa mentari hanya mempermainkan, tak mendekat tapi
selalu memberi harapan.
Bukan
berarti mentari tak mau mendekat, hanya saja kedekatannya hanya membuahkan
kesedihan. Buat apa mendekat jika ia tau akhirnya juga akan berpisah juga. Buat
apa bersama jika ujungnya akan menempuh jalan berbeda.
Seperti
cinta beda agama atau cinta yang terbentur restu orangtua. Ia mencintai
pasangannya, ia buktikan itu dengan selalu menjauh, mencintai dari jauh,
melihat dari sudut terjauh.
Ia
pernah berusaha membuka hati untuk lainnya, tapi nyatanya tak pernah bisa. Bagaimana
mungkin ia membuka hati jika cintanya masih saja tentang dia yang tak bisa
dimiliki? Bukankah itu hanya pelampiasan mencari kenyamanan saja?. Jadi dia
memutuskan untuk tetap mencintai, tanpa mau dicintai orang lain, karena ia tak
pernah bisa membalas lain cinta. Iapun tak menginginkan orang lain merasa seperti
dirinya, makanya kadang saat ia merasa nyaman dengan orang lain ia akan
memutuskan pergi. Biarlah dipandang tak tau diri, tapi orang lain tak pernah
tau bagaimana rasa seperti dia mencintai.